Minggu, 27 Mei 2012

Cerpen Keikhlasan Hati (Via Devinta)


Keikhlasan Hati

Pada hari jum’at pagi diruang kelas 8, khususnya 8 B terlihat wajah siswa-siswi yang senang. Hari ini ada acara mengumpulkan sumbangan untuk korban Gempa Bumi yang terjadi di Sumatra. Sumbang itu boleh uang dan pakaian. Via membawa uang lima puluh ribu rupiah sedangkan, temannya yang duduk sebangku dengannya yaitu, Dian membawa pakaian yang masih bagus dan tertata rapi. Mereka semua terlihat asyik mengobrol pagi ini. Sementara itu di tengah suasana yang ceria, ada seorang anak yang duduk termenung sendirian. Terlihat kesedihan di wajahnya, dia adalah Mega si anak pandai  itu.
Bel tanda masuk berbunyi, Bu Wahyu wali kelas kami masuk ke dalam ruang kelas.
“Assalamu’laikum wr.wb. anak-anak.” Salam Bu Wahyu.
“Wa’alaikumsalam wr.wb.” Siswa-siswi menjawab dengan penuh semangat. Beberapa saat setelah berdo’a, Bu Wahyu berdiri dan bertanya kepada anak-
anak.
“Apakah kalian sudah membawa sumbangan berupa uang atau pakaian  untuk saudara-saudara kalian yang sedang tertimpa musibah di Sumatara?” tanya Bu Wahyu.
“Sudah, Bu..” Jawab anak-anak serempak.
Lalu mereka mengumpulkan uang dan pakaian yang dibawa ke depan kelas dan sumbangan uang dikumpulkan kepada Bu Wahyu.
“Mega, kenapa kamu bersedih?” Rachma bertanya sambil memandanginya.
“Aku tidak punya pakaian yang pantas untuk disumbangkan. Pakaianku sudah jelek semua, aku tadi hanya menyumbang lima ratus rupiah. Karena uang yang diberikan ibu, aku tabung untuk membayar SPP dan buku hari ini.Ternyata sisa uangnya hanya lima ratus rupiah.” Jawab Mega yang masih sedih.
“Sudahlah…,yang penting kamu ikhlas.” ucap Rachma dengan nada menghibur.
“Ia aku memang ikhlas. Tapi aku malu melihat teman-teman yang lain. Mereka menyumbangkan uang yang banyak dan baju-baju yang bagus.” Kata Mega.
“Berapapun yang disumbangkan, meskipun sedikit pasti akan dibalas oleh Allah SWT. Keikhlasanmu itu yang dilihat Allah.” Hibur Rachma .
Ihya yang duduk didelakang mendengar pembicaraan Mega dan Rachma,  berbisik dengan teman sebangkunya.
“Heh..tau nggak, ada yang menyumbang lima ratus rupiah lho. Malu-maluin ya..” Bisik Ihya dengan nada menyindir.
“iya..ya, mending nggak usah nyumbang sekalian aja, daripada malu-maluin.” Ujar teman sebangkunya ikut mengejek.
Mendengar ucapan itu hati Mega bertambah sedih. Padahal mereka tidak tahu kalau uang jajan dari ibunya saja tidaklah cukup untuk membayar SPP.
Sepanjang jam pelajaran Mega terlihat murung dan melamun terus. Saat itu pula Ihya sedang bermain cat air yang digunakan untuk pelajaran seni rupa nanti. Crott..!! cat air itu muncrat dan mengenai baju seragam Mega. Mega tersadar dari lamunannya dan tahu ulah Ihya. Pada Saat yang bersamaan, Bu Wahyu memberi pertanyaan kepada Mega. Karena, Mega tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran, dia tidak bisa menjawab pertannyaan itu.
“Mega! Kamu tidak mendengarkan penjelasan ibu ya..! Sekarang kamu maju kedepan untuk menjawab pertanyaan ibu di papan tulis.” Perintah Bu Wahyu.
Sampai didepan, Bu Wahyu melihat noda cat dilengan. Maka Bu Wanyu berkesimpulan kalau Mega tidak mendengarkan penjelasan guru karena, bermain cat air.
Bel istirahat berbunyi, anak-anak berhamburan keluar kelas.
“Mega, kamu ikut keruangan ibu sekarang!” Kata Bu wahyu.
“Baik, Bu.” Jawab Mega.
Sesampainya diruang guru , Mega mengaku kalau dialah yang memainkan cat sampai mengenai bajunya. Padahal dia tidak melakukanya.
Mendengar pengakuan Mega. Ihnya menjadi terharu. Dia menjadi sadar bahwa selama ini dia telah menjelek-jelekkan orang yang berhati mulia. Setelah Mega keluar dari ruang guru, Ihya langsung memeluk Mega dan meminta maaf atas kesalahan yang selama ini ia perbuat. Melihat perubaan sikap Ihya, hati Mega menjadi gembira karena, selama ini teman yang memusuhinya telah sadar. Semenjak peristiwa itu mereka menjadi bersahabat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar