Pada hari jum’at pagi diruang kelas 8,
khususnya 8 B terlihat wajah siswa-siswi yang senang. Hari ini ada acara
mengumpulkan sumbangan untuk korban Gempa Bumi yang terjadi di Sumatra. Sumbang itu boleh uang dan pakaian. Via membawa
uang lima puluh
ribu rupiah sedangkan, temannya yang duduk sebangku dengannya yaitu, Dian
membawa pakaian yang masih bagus dan tertata rapi. Mereka semua terlihat asyik
mengobrol pagi ini. Sementara itu di tengah suasana yang ceria, ada seorang
anak yang duduk termenung sendirian. Terlihat kesedihan di wajahnya, dia adalah
Mega si anak pandai itu.
Bel tanda masuk berbunyi, Bu Wahyu wali
kelas kami masuk ke dalam ruang kelas.
“Assalamu’laikum wr.wb. anak-anak.” Salam
Bu Wahyu.
“Wa’alaikumsalam wr.wb.” Siswa-siswi
menjawab dengan penuh semangat. Beberapa saat setelah berdo’a, Bu Wahyu berdiri
dan bertanya kepada anak-
anak.
“Apakah kalian sudah membawa sumbangan
berupa uang atau pakaian untuk
saudara-saudara kalian yang sedang tertimpa musibah di Sumatara?” tanya Bu
Wahyu.
“Sudah, Bu..” Jawab anak-anak serempak.
Lalu mereka mengumpulkan uang dan pakaian
yang dibawa ke depan kelas dan sumbangan uang dikumpulkan kepada Bu Wahyu.
“Mega, kenapa kamu bersedih?” Rachma
bertanya sambil memandanginya.
“Aku tidak punya pakaian yang pantas
untuk disumbangkan. Pakaianku sudah jelek semua, aku tadi hanya menyumbang lima ratus rupiah. Karena
uang yang diberikan ibu, aku tabung untuk membayar SPP dan buku hari ini.Ternyata
sisa uangnya hanya lima
ratus rupiah.” Jawab Mega yang masih sedih.
“Sudahlah…,yang penting kamu ikhlas.”
ucap Rachma dengan nada menghibur.
“Ia aku memang ikhlas. Tapi aku malu
melihat teman-teman yang lain. Mereka menyumbangkan uang yang banyak dan
baju-baju yang bagus.” Kata Mega.
“Berapapun yang disumbangkan, meskipun sedikit
pasti akan dibalas oleh Allah SWT. Keikhlasanmu itu yang dilihat Allah.” Hibur
Rachma .
Ihya yang duduk didelakang mendengar
pembicaraan Mega dan Rachma, berbisik
dengan teman sebangkunya.
“Heh..tau nggak, ada yang menyumbang lima ratus rupiah lho. Malu-maluin
ya..” Bisik Ihya dengan nada menyindir.
“iya..ya, mending nggak usah nyumbang
sekalian aja, daripada malu-maluin.” Ujar teman sebangkunya ikut mengejek.
Mendengar ucapan itu hati Mega bertambah
sedih. Padahal mereka tidak tahu kalau uang jajan dari ibunya saja tidaklah
cukup untuk membayar SPP.
Sepanjang jam pelajaran Mega terlihat
murung dan melamun terus. Saat itu pula Ihya sedang bermain cat air yang
digunakan untuk pelajaran seni rupa nanti. Crott..!! cat air itu muncrat dan
mengenai baju seragam Mega. Mega tersadar dari lamunannya dan tahu ulah Ihya.
Pada Saat yang bersamaan, Bu Wahyu memberi pertanyaan kepada Mega. Karena, Mega
tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran, dia tidak bisa menjawab pertannyaan
itu.
“Mega! Kamu tidak mendengarkan penjelasan
ibu ya..! Sekarang kamu maju kedepan untuk menjawab pertanyaan ibu di papan
tulis.” Perintah Bu Wahyu.
Sampai didepan, Bu Wahyu melihat noda cat
dilengan. Maka Bu Wanyu berkesimpulan kalau Mega tidak mendengarkan penjelasan
guru karena, bermain cat air.
Bel istirahat berbunyi, anak-anak berhamburan
keluar kelas.
“Mega, kamu ikut keruangan ibu sekarang!”
Kata Bu wahyu.
“Baik, Bu.” Jawab Mega.
Sesampainya diruang guru , Mega mengaku kalau
dialah yang memainkan cat sampai mengenai bajunya. Padahal dia tidak
melakukanya.
Mendengar pengakuan Mega. Ihnya menjadi
terharu. Dia menjadi sadar bahwa selama ini dia telah menjelek-jelekkan orang
yang berhati mulia. Setelah Mega keluar dari ruang guru, Ihya langsung memeluk
Mega dan meminta maaf atas kesalahan yang selama ini ia perbuat. Melihat perubaan
sikap Ihya, hati Mega menjadi gembira karena, selama ini teman yang memusuhinya
telah sadar. Semenjak peristiwa itu mereka menjadi bersahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar