BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pemakaian bahan
pembersih sintesis yang dikenal dengan deterjen makin marak di masyarakat luas.
Dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik bersifat
kationik, anionik maupun non-ionik. Dengan makin luasnya pemakaian surfaktan
sebagai bahan utama pembersih maka risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun
makin rentan. Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai
macam teknik misalnya biologi yaitu dengan bantuan bakteri,
koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi
dan teknik representatif lainnya tergantung dari efektifitas kebutuhan dan
efisiensi financial. Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga
akumulasinya menyebabkan meningkatnya COD dan BOD dan angka permanganat sehingga
dalam pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi. Dibandingkan
dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90%
(dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain
efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan
yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Dengan
tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai
media hidup mikroba sanggup mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan
atau MBAS (untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93
persen. Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik
(COD,BOD) sebanyak, 40-70 %. Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon
aktif dapat menurunkan COD 10-60 %. Detergen
mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan
tersebut membentuk
garam ammonium
khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan trihalomethans jika zat
organiknya berlebih.
Limbah
yang dihasilkan dapat memberikan dampak negatif terhadap sumber daya alam dan
lingkungan, seperti gangguan pencemaran alam dan pengurasan sumber daya alam,
yang nantinya dapat menurunkan kualitas lingkungan antara lain pencemaran
tanah, air, dan udara jika limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu.
Bermacam limbah industri yang dapat mencemari lingkungan antara lain : limbah
industri tekstil, limbah agroindustri (limbah kelapa sawit, limbah industri karet
remah dan lateks pekat, limbah industri tapioka, dan limbah pabrik pulp dan
kertas), limbah industri farmasi, dan lain-lain. Selain kegiatan industri,
diperkotaan limbah juga dihasilkan oleh hotel, rumah sakit dan rumah tangga.
Bentuk limbah yang dihasilkan oleh komponen kegiatan yang disebut di atas
adalah limbah padat dan limbah cair.
B.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang hendak
penulis capai lewat makalah ini adalah :
1. Memberikan informasi kepada pelajar dalam pemanfaatan aplikasi
redoks
2. Membantu pelajar bagaimana untuk menerapkan redoks dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Memenuhi tugas dari pelajaran kimia
C.
IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah-masalah
yang berhubungan dengan penerapan aplikasi redoks dalam memecahkan masalah
adalah :
1.
Deterjen
2.
Bahaya deterjen
3.
Kandungan bahan deterjen
4.
Klasifikasi deterjen
5.
Sabun
6.
Sifat umum sabun dan deterjen
7.
Pembahasan.
D.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah penerapan aplikasi
redoks dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ?
E.
SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan sistematika sebagai
berikut :
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Tujuan Penulisan
C.
Identifikasi Masalah
D.
Rumusan Masalah
E.
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Deterjen
B.
Bahaya Deterjen
C.
Kandungan Bahan Deterjen
D.
Klasifikasi Deterjen
E.
Sabun
F.
Sifat Umum Sabun dan Deterjen
G.
Pembahasan
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DETERJEN
Produk
yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari
bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun,
deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik
serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen adalah Surfaktant anionik
dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15) atau garam
dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3-
Na+ dan ROSO3- Na+) yang
berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan
olefin).
Proses
pembuatan detergen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan permukaan,
misalnya : p – alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat bercabang
disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena
dengan reaksi alkilasi Friedel – Craft Sulfonasi, yang disusul dengan
pengolahan dengan basa.
B.
KANDUNGAN BAHAN DETERJEN
Pada
umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut :
1.
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka
lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga
dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini
baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene
Sulfonate/LAS, Alpha Olein
Sulfonate/AOS),
Kationik (Garam Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik
(Acyl Ethylenediamines)
2.
Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik
berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri
Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat
(asam sitrat).
3.
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat
memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium
sulfate
4.
Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak
berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih
untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy
Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh
detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci
(anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau
harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
C.
KLASIFIKASI DETERJEN
Menurut
kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Detergen jenis keras
Detergen
jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang
akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran
air. Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
Proses
pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang
Trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena
Sulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena maka persamaan reaksinya adalah
C6H5C12H25
+ SO3 C6H4C12H25SO3H
(Dodekil Benzena Sulfonat)
Reaksi
selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil
Benzena Sulfonat
2. Detergen jenis lunak
Detergen
jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh
mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai . Contoh: Lauril
Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).
Proses
pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat
pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
C12H25OH + H2SO4
C12H25OSO3H + H2O
Asam
Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga
dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
Umumnya
pada deterjen anionik ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti
golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride,
diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP)
dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS), sodium
laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS).
Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin
diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.
Senyawa
SLS, SLES atau LAS mudah bereaksi dengan senyawa golongan ammonium kuartener,
seperti DEA untuk membentuk nitrosamin. SLS diketahui menyebabkan iritasi pada
kulit, memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang
dewasa.
Builders,
salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah phosphate.
Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air.
Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan
magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen
meningkat.
Phosphate
yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP).
Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu
nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu
banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang
berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari
pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan
bakteri.
Deterjen Sintetik mempunyai
sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut
dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah.
Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat
asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang
mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan
surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang beraksi dalam menjadikan air menjadi
lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik.
Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara),
padatan-padatan (debu), dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur
(minyak). Hal ini terjadi karena struktur “Amphiphilic“, yang berarti
bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik
(sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu
hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air.
Deterjen Sintetik mempunyai
sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut
dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah.
Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat
asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang
mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.
D.
SABUN
Sabun
adalah suatu gliserida (umumnya C16 dan C18 atau
karboksilat suku rendah) yang merupakan hasil reaksi antara ester (suatu
derivat asam alkanoat yaitu reaksi antara asam karboksilat dengan alkanol yang
merupakan senyawa aromatik dan bermuatan netral) dengan hidroksil dengan
residu gliserol
(1.2.3 –
propanatriol). Apabila gliserol bereaksi dengan asam – asam yang jenuh (suatu
olefin atau polyunsaturat) maka akan terbentuk lipida (trigliserida
atau triasilgliserol).
Sabun
ditemukan oleh orang Mesir kuno (egyptian) beberapa ribu tahun yang
lalu. Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar.
Teknik pembuatan sabun dilupakan orang dalam Zaman Kegelapan (Dark Ages),
namun ditemukan kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun meluas pada abad
ke – 18.
Gliserida
(lelehan lemak sapi atau lipida lain) dididihkan bersama – sama dengan
larutan lindi (dulu digunakan abu kayu karena mengandung K-karbonat tapi
sekarang NaOH) terjadi hidrolisis menjadi gliserol dan garam Sodium dari
asam lemak, setelah sabun terbentuk kedalamnya ditambahkan NaCl agar sabun
mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Gliserol, lindi dan
NaCl berlebih dipisahkan dengan cara destilasi. Sabun yang masih kotor
dimurnikan dengan cara pengendapan berulang – ulang (represipitasi).
Akhirnya ditambahkan zat aditif (batu apung, parfum dan zat pewarna)
E.
SIFAT UMUM SABUN dan
DETERJEN
Sifat
umum Sabun dan Detergen:
1.
Bersifat basa
R – C-O- +
H2O R – C-OH + OH-
2. Tidak berbuih di
air sadah (Garam Ca, Mg dari Khlorida dan Sulfat)
C17H35COONa
+ CaCl2 Ca (C17H35COO)2 + NaCl
3.
Bersifat membersihkan
R-
(non polar dan Hidrofob) akan membelah molekul minyak dan kotoran
menjadi partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan
kotoran dan mudah dipisahkan. Sedangkan -C-O- (polar dan
Hidrofil) akan larut dalam air membentuk buih dan mengikat partikel –
partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi.
Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil
sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor ” :
H
H H H H H H H H H H H H H H H H O
H
– C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-O
H
H H H H H H H H H H H H H H H H
Dengan adanya minyak, lemak, dan bahan organik tidak larut
dalam air lainnya, kecenderungan untuk “ekor” dan anion melarut dalam bahan
organik, sedangkan bagian “kepala ” tetap tinggal dalam larutan air. Oleh
karena itu sabun mengemulsi atau mensuspensi bahan organik dalam air. Dalam
proses ini, anion-anion membentuk partikel-partikel koloid micelle.
Keuntungan yang utama sebagai bahan pencuci karena terjadi
reaksi dengan kation-kation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang
tidak larut. Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari
magnesium dan kalsium.
2
C17H35COO- Na+ Ca2+ Ca
(C17H35CO2)2 (s) + 2 Na+
Sabun
yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya langsung
terendap sebagai garam – garam kalsium dan magnesium.
Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun
dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan biodegradasi, sabun
secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.
F.
PEMBAHSAN
Zat
aktif permukaan mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan untuk
berpusat pada antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan dan menaikkan
tegangan antarmuka atau tegangan permukaan.
Suatu
molekul dalam rongga cairan akan mengalami tarik – menarik dan tolak menolak
kesegala arah, tetapi suatu molekul pada antarmuka tak sama tarik menariknya
kesegala arah, sehingga molekul akan mengalami gaya tarik total kedalam dan
terjadi tegangan permukaan (surface tension) atau tegangan antar muka (interface
tension).
Permukaan
disini adalah perbatasan dan perbedaan fasa dari yang bersangkutan. Dalam hal
ini perbatasan permukaan antara fasa gas dan cair.
Dijelaskan
bahwa molekul – molekul yang ada di tengah – tengah cairan mengalami gaya tarik
atau tolak dari segala jurusan (intermolekul). Sedangkan molekul – molekul di
permukaan mengalami gaya tarik dan tolak kurang seimbang, karena diatas
permukaan terdapat moleku-molekul gas yang letaknya tidak serapat molekul
cairan, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh molekul – molekul gas tidak sebesar
gaya tarik dan tolak dari molekul – molekul cairan. Sehingga didalam cairan,
molekul – molekul dari dalam cairan ke permukaan, diperlukan energi.
Energi
ini menyebabkan molekul menyusup disamping molekul-molekul lain di permukaan,
sehingga permukaan harus menjadi besar dan ini berarti tegangan permukaan
terpaksa berkurang setiap satuan luas. Disini terjadi pengurangan tegangan
permukaan, disertai dengan pemakaian sejumlah molekul permukaan. Peristiwa ini
dinamakan adsoprsi positif dan keadaan sebaliknya adsorpsi negatif.
Sifat
surfaktant bergantung pada suatu molekul yang memiliki sifat lipofilik dan
hidrofilik. Pada batas antarfase (misalnya, minyak lemak dan air atau udara
dan air), molekul surfaktant bergabung menyebabkan turunnya tegangan
permukaan. Keberadaan busa menyebabkan terbentuknya perluasan daerah antarfase
dan akumulasi surfaktant dalam air busa dan akibatnya terjadi penurunan
kepekatan surfaktant dalam massa air.
Surfaktant
ABS terutama dalam garam – garam Na, terdapat dalam jalur alamiah sebagai garam
kalsium. Garam ini memiliki kelarutan dalam air yang rendah dan terdapat
sebagai suatu suspensi yang tidak stabil dan memasuki sedimen dalam bentuk
deposit.
Surfaktant
dalam sedimen bertindak sebagai dua fraksi yaitu sebuah fraksi labil dan sebuah
fraksi yang lebih kuat dijerap. Pada saat sedimen disuspensikan kembali (menurut
angka Reynold), fraksi labil tersebar kembali menyebabkan keberadaan
surfaktant pada massa air dan menurunkan tegangan permukaan.
Beberapa
molekul lipofilik yang dapat dibiodegradasi dapat dilindungi sementara dari
degradasi oleh adanya surfaktant. Misel yang mengandung molekul yang rentan
menjadi terkurung oleh molekul surfaktant. Misel terdiri dari sebuah struktur
teraliminasi secara membulat yang mana kulit bagian luar terdiri dari gugus
bermuatan dan kulit bagian dalam mengandung bagian lipofilik molekul. Lapisan
kulit luar mencegah kontak dengan misel lainnya dan membentuk suatu lapisan
yang dapat menyediakan perlindungan sementara kepada molekul lipofilik
internal.
Surfaktan
dapat mengubah sifat aliran hidraulik media porous suatu mineral. Pembentukan
misel garam kalsium tensides ABS dalam sistem alamiah memungkinkan surfaktan
menjadi lebih mudah diendapkan daripada garam Natrium. Pengendapan surfaktant
ini menyebabkan pembentukan suatu lapisan gelatin garam kalsium yang dapat
menghalangi aliran melalui sistem porous. Lapisan permukaan molekul surfaktant
pada batas antarfase udara – air dapat mencegah perpindahan Oksigen menurut
bertambah panjangnya rantai alkil dalam surfaktan.
Gugus
yang bercabang sukar dibiodegradasi dibanding gugus yang lurus (linier).
Biodegradabilitas bertambah sampai panjang alkil kira – kira 15 atom Karbon dan
kemudian menurun, memperlihatkan kenaikan biodegradabilitas pada panjang rantai
yang lebih panjang lagi. Gugus alkil terdegradasi secara cepat dan surfaktant
aslinya menghilang, tetapi moiety polietilat tertinggal untuk waktu yang lama (gugus
yang tertinggal ini kemungkinan toksik terhadap kehidupan perairan).
Detergen
merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan
meningkatnya COD dan BOD dan angka permanganat sehingga dalam pengolahannya
sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Proses
biologis dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan oksigen, sistem
pertumbuhan, proses operasi.
Ditinjau
dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis untuk mengolah air buangan dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu : proses aerobic, proses
anaerobic, proses anoksid dan kombinasi antara proses aerobik dengan salah satu
proses tersebut.
Berdasarkan
sistem pertumbuhannya, proses pengolahan biologis terbagi atas : sistem
pertumbuhan tersuspensi, sistem pertumbuhan yang menempel pada media inert yang
diam atau kombinasi keduanya.
Proses
biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar proses operasinya. Ada tiga macam
proses yang termasuk dalam cara pengelompokan ini, yaitu :
1.
Proses kontinu dengan atau tanpa
daur ulang
2.
Proses batch
3.
Proses semi batch
Proses
kontinu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik, sedangkan proses batch atau
semi batch lebih banyak digunakan untuk sistem anaerobic.
Apabila
BOD tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis
dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi
lebih ekonomis.
Pada
beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl-benzena sulfonat dapat diuraikan
dengan bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae, Staphylococcus
aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas euruginosa,
Kurthia zopfii, dan sebagainya. [27
Bakteri
ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik sebagai bahan
makanan menjadi energi. Degradasi lebih efektif jika menggunakan lumpur aktif.
Dengan cara tersebut air limbah dengan lumpur aktif yang, megandung mikroba
diaerasi (untuk memasukkan oksigen) hingga terjadi dekomposisi sebagai berikut
:
Organik + O2—-> CO2 + H20
+ Energi
Cara
lumpur aktif yang telah dilakukan dapat menurunkan COD, BOD 30 - 70 %,
bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisiproses lumpur
aktif yang dilakukan.
Proses
lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation
ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif
konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu
efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan
lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi
(90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu
detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).
Dengan
tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai
media hidup mikroba sanggup mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan
atau MBAS (untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93
persen. Dari sampel, air limbah yang sebelum dimasukkan tangki memiliki
kandungan MBAS sekitar 2,7 mg per liter. Setelah keluar tangki, air hanya
mengandung MBAS sekitar 0,326 mg per liter, atau lebih rendah dari baku mutu
yang digariskan, yakni 0,5 mg per liter. Adapun BOD yang didapat adalah 483,75
mg per liter (sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah proses) atau
kandungan BOD berkurang 40 persen lebih. [10
Detergen
mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat
dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan
negative. Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama
dengan mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta
dari koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah
memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung,
cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan disebut sebagai flokulasi.
Pengurangan
muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC. Di dalam air
PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang akan menurunkan
zeta potensial dari partikel.
Sehingga gaya
tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya
mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang akan
dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang
berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi maupun
klarifikasi. Lumpur yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper.
Cara
koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD) sebanyak,
40-70 %.[1
Molekul organik bersifat polar sehingga salah satu ujungnya
akan cenderung tertarik pada air (disebut sebagai hidrofilik/suka air)
sedangkan ujung yang lain bersifat hidrofobik (benci air). Permukaan molekul
aktif seperti ini akan tertarik pada antarmuka air-gas pada permukaan gelembung
udara, sehingga molekul-molekul tersebut akan membentuk suatu lapisan tipis
disana dan membentuk buih/busa. Dalam suatu protein skimmer; ketika gelembung udara meninggalkan air menuju tampungan
busa, gelembung udara tersebut akan kolaps sehingga pada akhirnya bahan-bahan
organik akan tertinggal pada tampungan busa.
Detergen
dan sabun mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi sehingga dapat
diendapkan dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan soda.
Buih yang terbentuk akan dapat dihilangkan dengan proses skimming
(penyendokan buih) atau flotasi.
Proses
flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung juga
dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification)
atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan
aliran udara ke atas (air flotation).
Adsorpsi
menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi detergen.
Detergen yang merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan
melekat pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi
kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang
berubah-ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil.
Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik misalnya
merupakan salah satu contoh mekanisme jerapan, begitu juga yang terjadi pada
antar muka air-udara, yaitu mekanisme yang terjadi pada suatu protein skimmer. Jerapan
adalah suatu proses dimana suatu partikel “menempel” pada suatu permukaan
akibat dari adanya “perbedaan” muatan lemah diantara kedua benda (gaya Van der
Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-pertikel
halus pada permukaan tersebut. Disamping karbon aktif sebagai adsorben
juga tergolong sebagai zat pemberat.
Zeolit
dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.[1
Detergen
mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan
tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform
dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih.
BAB III
KESIMPULAN
- Detergen merupakan salah satu polutan air yang harus dihilangkan.
- Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai macam teknik misalnya biologi yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik representatif lainnya tergantung dari efektifitas kebutuhan dan efisiensi financial.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar